TERAPI EKSISTENSIAL

A. Konsep Teori
Menurut pandanagn eksistensial, kita mampu untuk sadar akan diri sendiri, yaitu kapsitas yang membedakan diri kita dengan makhluk lain yang mebuat kita untung mengenang dan mengambil kepurtusan. Dengan kesadaran ini kita menjad makhluk yang bebas yang bertanggung jawab untuk memilih cara hidup kita dan oleh karenanya kita mempengaruhi nasib kita sendiri. Kesadaran akan kebebasan bertanggungjawaban ini melahirkan kecemasan esksitensial, yang merupakan karakteristik manusia yang lain. Suka atau tidak kita adalah bebas, meskipun kita mungkin beusaha untuk mengenang kebebasan ini. Pengetahuan bahwa kita harus menentukan pilihan, meskipun hasilnya nanti tidak tentu, membawa ke kecemasan. Kecemasan ini diperparah manakal kita memikirkan kenyataan bahwa hidup kita tidak abadi. Dengan mengahadapi masa depan akan datangnya maut yang tidak bisa dihindari memberikan signifikan pada masa kini oleh karena kita menjadi sadar bahwa kita tidak bisa memilik masak tak terbatas untuk menyelesaikan proyek kita.
Terapi eksistensial menempatakn nilai penting sentral pada hubungan antar pribadi. Terapi itu percaya bahwa pertumbuhan klien terjadi melalui pertemuan yang asli ini. Bukan teknik yang digunakan oleh terapislah yang menyebabkan terjadinya perbedaam terapeutik; melainkan kualitas hubungan klien terapis itulah yang memberi kesembuhan.
Oleh karena pendektan ini pada dasarnya peduli pada masalah seperti sasaran terapi, kondisi dasar sebagai seorang manusia, dan terapi sebagai jalan yang sama-sama dilakukan dan dilami, maka para praktisi tidak terikat pada suatu teknik. Meskipun mereka bisa menerapkan teknik dari beberapa orientasi yang lain, intervensi mereka dibimbing oleh kerangka falsafah tentang apa artinya menjadi manusia. Mereka tidak menggunakan satu perangkat teknik dan prosedur yang tidak terintegrasi yang didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sifat keberadaan manuai yang esensial.
B. Unsur-unsur Terapi Eksistensial
a. Munculnya Masalah atau Gangguan
Ketika kondisi-kondisi inti manusia mulai berubah, serta munculnya kecemasan serta timbul pemikiran bahwa hidup tidak abadi, tidak bisa mngaktualisasipotensi diri dan tidak bisa mnyadari potensi diri yang dimiliki.
b. Tujuan Terapi
Sasaran dasar dari banyak sistem terapeutik adalah membuat indivisu mampu meneriam kebebasan yang menimbulkan kekaguman untuk bertindak serta tanggung jawab yang harus dipikul atas tindakan itu. Eksitensialis berpendapat bahwa orang tidak bisa melarikan diri dari kebebasan, dalam arti bahwa kita selalu dituntut untuk memikul tanggung jawab. Terapi eksistensial berusaha agar klien bisa keluar dari belenggu yang kuat itu dan mau menantang kecendrungan mereka yang sempit dan bersifat memaksa, yang merupakan ganjalan dari kebebasan mereka.
c. Peran Terapis
Yang harus diperhatiakan oleh terapis eksistensial adalah memahami dunia subjektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan buka pada menolong klien agar bisasemsuh dari situasi masa lalu (May & Yalom, 1989). Yang terutama diperdulikan oleh terapis eksistensial aldalah perilaku klien untuk melepaskan diri dari tanggung jawab; klien diajak untuk menerima pertanggung jawaban pribadi. Terapis yang berorientasi eksistensial biasanya menangani orang-orang yang mengalamai apa yang dikatakan keberadaan terbatas.klien semacam ini memiliki kesadaran yang terbatas tentang dirinya sendiri dan biasanya tidak bisa melihat sifat-sifat problema yang dihadapinya. Tugas sentral dari terapis adalah langsung mengkonfrontasikan klien ini dengan cara hidup mereka dalam keberadaan terbatas ini dan menolong mereka untuk bisa menyadari bahwa mereka sendiri ikut berperan dalam menciptakan kondisi semacam itu.
C. Teknik Terapi Eksistensial
Pendekatan eksistensial tidak seperti kebnayakan terapi lain oleh karena pendekatan ini tidak memiliki perangkat yang siap pakai. Elektismenya bisa mencakup menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalistik, seperti yang dilakukan oleh Bugental (1067, 1981, 1987). Pendekatan ini juga bisa menyertakan teknik terapis kognitif-behavioral. Seperti yang di tulis oleh Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapis, pada saat pertemuan anatar klien dan terapis itulag, pada saat keseluruhan pribadi terapis bertatapan dengan seluruh pribadi klien.
Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial. Selama tahap pendahuluankonselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Selama tahap tengah dari konseling esistensial klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Tahap akhir dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari pengalikasian nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan yang kongkrit.

REFRENSI :
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke-4. Semarang: IKIP Semarang Press.
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

TERAPI PSIKOANALITIK

A. KONSEP TERAPI
Konsep utama teori psikoanalitik Freud mencakup perjuangan antara insting hidup dan mati dalam lubuk hati umat manusia; struktur kepribadian tiga serangkai dengan sistem id, ego dan superego; dinamikanya ketidaksadaran dan pengaruh terhadap perilaku; peranan kecemasan; dan perkembangan kepribdaian pada berbagai periode kehidupan, termasuk tahap oral, anal, palus, latensi dan genital.
Dibangun di atas banyak dari ide dasar Freud, Erickson memperluas perspektif perkembangan dengan memasukan didalamnya trend psikososial. Dalam modelnya masing-masing dari delapan tahap perkembangan manusia diberi ciri dengan sebuah krisis, atau titik balik. Kedelapan tahap dari rentang keidupan ini adalah masa-masa dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
Trend kontemporer dalam teori psikoanalitik tercermin dalam psikologi diri (self) dan teori hubungan objek. Pendekatan-pendekatan didasarkan pada pendapat bahwa pada saat kelahiran tidak ada pemilahan antara orang lain dengan si self dan bahwa orang lain mewakili objek pemenuhan kebutuhan untuk si bayi. Melalui proses keterkaitaan si anak memasuki tahap kedua, simbiosi, yaitu masa di mana masih tidak ada kejelasan apakah objek dan apakah self itu. Dalam tahap ketiga anak-anak mulai menarik diri dari simbiosis dan mempribadi, membedakan diri dari orang tua tempat mereka melekatkan diri. Tahap keempat adalah integrasi. Orang lain diterima baik sebagai yang terpisah dan yang berhubungan. Pada perkembangan yang normal anak-anak bisa berhubungan dengan orang tuanya tanpa rasa takut untuk kehilangan rasa otonomi.
Terapi psikoanalitik sebagian besar terdiri dari penggunaan metode mengeluarkan materi di alam tidak sadar yang bisa ditangani. Fokusnya terutama diletakkan pada pengalaman masa kanak-kanak, yang dibahas, direkontruksi, diinterpretasi dan dianalisi. Asumsinya adalah bahwa penggalian masa lalu ini, yang biasanya di dapat dengan menangani hubungan transferensu dengan terapis, merupakan hal yang perlu dilakukan agar bisa terjadi perubahan watak.

B. UNSUR-UNSUR TERAPI
a) Munculnya masalah atau gangguan
Terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi akar permasalahan dari klien, untuk lebih mengenal karakteristik penyebab gangguan tersebut. Kemudian,terapis memperkuat kondisi psikis dari diri klien sehingga apabila klien mengalami gangguan yang serupa, klien akan lebih siap menghadapi dan mavari solusi dengan cepat.
b) Tujuan terapi
Tujuan terapi psikonalitik adalah membentuk jembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik di fokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketidaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.
c) Peran terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Analisi terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefiktifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional.

C. TEKNIK TERAPI PSIKONALITIK
a) Tetap dipertahankannya kerangka analitik
Proses analitik menekankan pada tetap beradanya pada kerangka khas yang diarahkan agar bisa mencapai sasaran terapi jenis ini. “Tetap berada pada kerangka analitik” mengacu pada seluruh kawasan dari faktor-faktor prosedur dan gaya, seperti misalnya keanoniman relatif dari penganalisis, diselenggrakan pertemuan secara tepat dan kosisten, dan dimulai serta diakhirinya pertemuan secara tepat waktu.
b) Asosiasi bebas
Asosiasi bebas memainkan peran sentral dalam proses tetap terpilihnya kegiatan itu dalam kerangka analitik. Pada tahap permulaan penganalisis akan menjelaskan aturan dasar dari psikoanalisis, yang menyangkut ucapan kata-kata klien dari apa yang masuk dalam benaknya, betapun menyakitkan, bodoh, tidak penting , tidak logis, atau tidak relevannya ucapan itu. Asosiasi bebas semacam itu merupakan teknik sentral dari terapi psikoanalitik. Asosiasi bebas merupakan salah satu dari peralatan dasar sebagai pembuka pintu keinginan, khayalan, konflik, serta motivasi yang tidak disadari. Teknik ini sering menjurus ke suatu kengangan pada pengalaman masa lampau dan kadang-kadang menjurus ke pelepasan perasaan yang intents yang selama ini terkakang.
c) Interpretasi
Interprestasi terdiri dari apa yang oleh penganalisis dinyatakan, diterangkan dan bahkan diajarkan kepada klien arti darinperilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, penentangan, dan hubunga terapeutik itu sendiri. Fungsi dari interpretasi adalah memberi peluang kepada ego untuk mengasimilasikan materi baru dan untuk mempercepat proses menguak materi di luar kesadaran selanjutnya.
d) Analisis mimpi
Freud melihat mimpi sebagai “jalan maharaja menuju alam tidak sadar”, oleh karena di alam mimpi itu keinginan-keinginan, kebutuhan-kebutuhan, serta rasa takut yang semuanya tidak disadari dikemukakan. Mimpi mengandung isi dua tingkat: isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif yang tersembunyi, simbolis dan motif, keinginan dan rasa takut yang tak tersadari. Oleh karena kesemuanya itu demikian menyakitkan dan mengancam maka impuls seksual dan agresif yang tak terdasari yang menciptakan isi laten ditrasformasikan menjadi isi manifes yang lebih bisa diterima, yaitu berwujud mimpi seperti apa yang dialami orang. Proses ditransformasikannya isi laten ke isi manifes yang kurangv mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas terapik adalah mengungkap makna terselubung itu dengan jalan mempelajari lambnag-lambang yang terdapat dalam isi manifes dari mimpi itu.
e) Analisis dan interpretasi pada sifat menentang
Sifat menentang, suatu konsep yang fundamental pada praktek psikoanalisis, adalah segala sesuatu yang kerjanya menentang kemajuan terapi dan membuat klien tidak bisa mengeluarkan materi yang sebelumnya tidak ada dalam alam kesadaran. Khususnya, dalam terapi analitik sifat menentang adalah keengganan klien untuk membawa kepermukaan alam kesadaran materi di alam tidak sadaryang selama ini dikekang. Sifat menentang berarti suatu ide, sikap, perasaan atau perbuatan (disadari atau tidak disadari) yang menciptakan status quo dan mengahalangi terjadinya perubahan. Sebagai pertahanan melawan kecemasan, sifat menentang beroprasi secara spesifik dalam terapi psikoanalitik dengan jalan mencegah klien dan terapis agar tidak berhasil dalam usaha patungan untuk mendapatkan wawasan ke dalam dinamika ketidaksadaran. Interpretasi terapis terhadap sikap menentang itu ditunjukan kearah pemberian pertolongan kepada klien agar bisa menyadari alasan-alasan mengapa sampai ada sikap menentang itu agar bisa mengatasinya.
f) Analisis transferensi
Situasi transferensi dianggap berharga dalam terapi oleh karena manifestasinya memberi klien kesempatan untuk mengalami kembali berbagai perasaan, yang kalau tidak ada transferensi itu, tidak akan bisa diraih. Lewat hubungan dengan terapis, klien mengungkapkan perasaan, keyakinan dan keinginan yang selama ini terkubur di alam tidak sadar mereka. Tanpa di sadari, mereka akan mengulang aspek-aspek pengalaman mereka di masa lalu dalam kegiatan hubungan terapeutik. Interpretasi hubungan transferensi memungkinkan klien untuk bisa menangani konflik lama yang menyebabkan mereka tetap terfiksasi dan oleh karenanya menghambat perkembangan emosional mereka.

REFRENSI :
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Edisi ke-4. Semarang: IKIP Semarang Press.

Nama : Khairun Nisa
NPM : 14512075
Kelas : 3PA06

TUGAS PSIKOTERAPI MINGGU KE-2

1. Perbedaan antara Konseling dan Psikoterapi
Konseling dan psikoterapi memiliki persamaan dan perbedaan serta mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Perbedaan antara keduanya tidak bisa dibuat secara jelas, akan tetapi banyak hal-hal yang dilakukan oleh konselor juga dilakukan oleh psikoterapis, dan hal-hal yang merupakan praktek psikoterapis juga dilakukan oleh konselor. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Konseling umumnya berkenaan dengan orang-orang yang tergolong normal, sedangkan psikoterapi terutama berkenaan dengan orang-orang yang mendapat gangguan psikis
2. Konseling lebih bersifat edukatif, suportif, berorientasi kesadaran , dan jangka pendek; sedangkan psikoterapi lebih bersifat rekonstruktif, konfrontif, berorientasi ketidaksadaran dan jangka panjang.
3. Konseling lebih terstruktur dan terarah kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas dan konkrit; sedangkan psikoterapi lebih luas dan mengarah tujuan yang lebih jauh.

2.Bentuk-bentuk Utama dari Terapi
a. Terapi Psikoanalitik
Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan resolusi dan inegrasi fase-fase perkembangan psikoseksual yang berhasil. Perkembangan kepribadian yang gagal merupakan akibat dari resolusi sejumlah fase perkembangan psikoseksual yang tidak memadai. Id, ego, dan superego membentuk dasar bagi struktur kepribadian. Kecemasan adalah akibat perepresian konflik-konflik dasar. Mekanisme pertahanan ego dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Proses tak sadar berkaitan erat dengan tingkah laku yang muncul sekarang.
b. Terapi Eksistensial-Humanistik
Pada dasarnya merupakan suatu pendekatan terhadap konseling dan terapi alih-alih suatu model teoritis tetap. Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi inti manusia. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang sejak bayi. Determinasi diri dan kecendrungan ke arah pertumbuhan adalah gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan dalam mengaktualkan potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara “rasa bersalah eksistensial” dan “rasa bersalah neurotik” serta antara “kecemasan eksistensial” dan “kecemasan neurotik”. Berfokus pada saat sekarang dan pada menjadi apa seseorang itu, yang berarti memiliki orientasi ke masa depan serta menekankan keadaran diri sebelum bertindak. Terapi ini adalah terapi eksperimental.
c. Terapi Client-Centered
Klien kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnya serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan pada kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah keselarasan antara diri ideal dan diri real. Maladjusment adalah akibat dari kesejangan antara diri ideal dan diri real. Berfokus pada saat sekarang serta pada mengalami dan mengekspresikan perasaan-perasaan.
d. Terapi Gestalt
Berfokus pada apa dan bagaimana mengalami disini-dan-sekarang untuk membantu klien agar menerima polaritas-polaritas dirinya. Konsep utama mencakup tanggung jawan pribadi, urusan yang tak selesai, penghindaran, menglami dan menyadari saat sekarang. Terapi ini merupakan terapi eksperiensial yang menekankan perasaan-perasaan dan pengaruh urusan yang tak selesai terhadap perkembangan kepribadian sekarang.
e. Analsisi Transaksional
Berfokus pada permainan-permainan yang dimainkan untuk menghindari keakraban dan transaksi-transaksi. Kepribadian terdiri atas ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Klien diajari untuk menyadari ego yang mana yang berperan dalam transaksi-transaksi yang dijalankan. Permainan, penipuan, putusan-putusan dini, skenario kehidupan, dan internalisasi perintah perintah adalah konsep utama.
f. Terapi Tingkah Laku
Berfokus pada tingkah laku yang tampak, ketepatan dalam menyusun tujuan-tujuan treatment, pengembangan rencana treatment yang spesifik, dan evaluasi objektif atas hasil-hasil terapi. Terapi berlandaskan prinsip teori belajar. Tingkah laku yang normal dipelajari melalui melalui perkuatan dan peniruan. Tingkah laku yang abnormal adalah akibat dari belajar yang keliru. Terapi ini menekankan tingkah laku sekarang dan hanya memberikan sedikit perhatian kepada sejarah masa lampau dan sumber-sumber gangguan.
g. Terapi Rational-Emotif
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah oenyebab masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari
h. Terapi Realitas
Pendekatan ini menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental. Berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pertimbangan nilai dan tanggung jawab moral ditekankan. Kesehatan mental sama dengan penerimaan atas tanggung jawab.

Refrensi
Surya, Prof. DR. H. Muhamad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

1. Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan pasien agar membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.
Menurut Wolberg (1954) psikoterapi sebagai suatu bentuk perawatan (perlakuan atau treatment) terhadap masalah yang timbul yang asalnya dari faktor emosi pada mana seorang yang terlatih, dengan terencana mengadakan hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah sesuatu simtom dan mencegah agar simtom tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara lebih positif.
Psikoterapi membutuhkan interaksi-interaksi verbal. Bagaimana pun juga, psikoterapi adalaha “terapi-terapi berbicara”, bentuk-bentuk interaksi antara pasien yang melibatkan pembicaraan. Terapis mendengar dengan teliti apa yang dialami dan diusahakan oleh pasien untuk disampaikan kepada terapis. Psikoterapi juga melibatkan komunikasi-komunikasi non verbal. Seorang terapis harus peka terhadap isyarat-isyarat nonberval dari pasien dan peka terhadap gerak isyarat yang mungkin menunjukan perasaan/ konflik yang mendasar.

2. Tujuan serta Unsur-unsur dalam Psikoterapi
Ada lima tujuan psikoterapi dan kebanyakan terapi memusatkan perhatian pada salah satu atau lebih diantara tujuan-tujuan itu. Kelima tujuan tsb adalah :
1. Pikiran-pikiran kalut. Individu yang mengalami keselitan secara khas menderita konfusi, pola-pola fpikiran yang deskruktif, atau tidak memahami masalah-masalah mereka sendiri. Para terapis berusaha mengubah pikiran ini dan memberika ide atau informasi baru, dan membimbing individu tsb untuk menemukan pemecahan terhadap masalah mereka sendiri
2. Emosi-emosi kalut. Orang-orang yang mencari terapi pada umumnya mengalami emosi yang sangat tidak menyenangkan. Dengan mendorong pasien untuk mengungapkan secara bebas perasaan dan memberikan satu lingkungan yang menunjang, para terapis membantu mereka mengganti perasaan tsb dengan perasaan yang mengandung harapan dan percaya diri.
3. Tingkah laku yang kalut. Individu yang mengalami kesulitan biasanya memperlihatkan tingkah laku yang mengandung masalah. Para terapis membantu pasien mereka menghilangkan tingkah laku tersebut dan membimbing mereka kepada khidupan yang lebih efektif.
4. Kesulitan-kesulitan antar pribadi dan situasi kehidupan. Para terapis membantu pasien memperbaiki hubungan mereka dengan orang lain serta membantu mengindari atau mengurangi sumber stress dalam kehidupan mereka.
5. Gangguan-gangguan biomedis. Individu yang mengalami kesulitan kadang menderita gangguan biomedis yang langsung menyebabkan atau menambah kesulitan psikologis. Para terapis membantu menghilangkan masalah ini dengan obat-obatan dan kadang dengan terapi elektrokonvulsif atau psikobedah.
Masserman (1984) melaporkan delapan ‘parameter pengaruh’ dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu :
1. Peran sosial (martabat)
2. Hubungan (persekutuan tarapeutik)
3. Hak
4. Retrospeksi
5. Reduksi
6. Rehabilitasi, memperbaiki gangguan perilaku berat
7. Resosialisasi,
8. Rekapitulasi

Refrensi :
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Gunarsa, Singgih. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
A. Definisi komunikasi
Menurut Wursanto (dalam Gani, 2014) komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan saling pengertian. Tanpa adanya komunikasi, maka sebuah lembaga akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam pengelolaannya dan akan sulit bergerak dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Ayatullah (dalam Gani, 2014) semua organisasi tidak bisa dipungkiri selalu melakukan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuannya.
Sedangkan menurut Argiris (dalam Nurrohim & Anatan, 2009)) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seseorang, kelompok, atau organisasi (sender) mengirimkan informasi (massage) pada orang lain, kelompok, atau organisasi (receiver). Proses komunikasi umumnya mengikuti beberapa tahapan. Pengirim pesan mengirimkan informasi pada penerima informasi melalui satu atau beberapa sarana komunikasi. Proses berlanjut dimana penerima mengirimkan feedback atau umpan balik pada pengirim pesan awal. Dalam proses tersebut terdapat distorsi-distorsi yang mengganggu aliran informasi yang dikenal dengan noise.

B. Proses komunikasi
Proses komunikasi dapat dijelaskan melalui pemahaman unsur-unsur komunikasi yang meliputi pihak yang mengawali komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan gangguan saat terjadi komunikasi, situasi ketika komunikasi dilakukan, pihak yang menerima pesan, umpan dan dampak pada pengirim pesan. Pengirim atau sender merupakan pihak yang mengawali proses komunikasi. Sebelum pesan dikirimkan, pengirim harus mengemas ide atau pesan tersebut sehingga dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh penerima, Proses pengemasan ide ini disebut dengan encoding.
Pesan yang akan dikirimkan harus bersifat informatif artinya mengandung peristiwa, data, fakta, dan penjelasan. Pesan harus bisa menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan, dan mengajak untuk berbuat sesuatu. Pesan yang telah dikemas disampaikan melalui media baik melalui media lisan (dengan menyampaikan sendiri, melalui telepon, mesin dikte, atau videotape), media tertulis (surat, memo, laporan, hand out, selebaran, catatan, poster, gambar, grafik), maupun media elektronik (faksimili, email, radio, televisi).
Penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan (noise) yang dapat menghambat atau mengurangi kemampuan dalam mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi dapat berupa faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra (suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas). Situasi juga dapat mempengaruhi jalannya komunikasi karena situasi dapat mempengaruhi perilaku pihak yang berkomunikasi sehingga pada waktu berkomunikasi dengan pihak lain tidak hanya harus mempertimbangkan isi dan cara penyampaian, tetapi juga situasi ketika komunikasi akan disampaikan.
Setelah pesan disampaikan, pihak yang menerima pesan (receiver) harus dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterima. Penafsiran pesan mengkin akan sama atau berbeda dengan pengirim pesan. Jika penafsiran sama, maka penafsiran dan penerjemahan penerima benar dan maksud pengirim tercapai. Jika penafsiran berbeda maka penafsiran dan penerjemahan salah dan maksud tidak tercapai. Penafsiran pesan ini sangat dipengaruhi oleh ingatan dan mutu serta kedekatan hubungan antara pengirim dan penerima.
Unsur terakhir dalam komunikasi adalah umpan balik merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim. Umpan balik bisa berupa tanggapan verbal maupun non verbal dan bisa bersifat positif maupun negatif. Umpan balik positif terjadi bila penerima menunjukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberikan tanggapan sebagaimana diinginkan oleh pengirim. Sedangkan umpan balik negatif dapat benar juga dapat salah. Umpan balik negatif dikatakan benar jika isi dan cara penyampaian pesan dilakukan secara benar, penafsiran dan penerjemahan penerima pesan juga benar. Umpan balik negatif dikatakan salah jika isi dan cara penyampaian pesan dilakukan secara benar tetapi penafsiran pesan salah. Dalam komunikasi secara bergantian peran penerima pesan bisa berubah menjadi pengirim pesan dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan.

C. Hambatan Komunikasi
Komunikasi dalam organisasi tidak selamanya berjalan dengan mulus dan lancar seperti yang diharapkan. Seringkali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota lainnya atau antara atasan dengan bawahannya mengenai pesan yang mereka sampaikan dalam berkomunikasi. Wursanto (2005, p.171) meringkas hambatan komunikasi terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Hambatan yang bersifat teknis
Hambatan yang bersifat teknis adalah hambatan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti :
a. Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses komunikasi
b. Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang tidak sesuai
c. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya proses komunikasi yang dibagi menjadi kondisi fisik manusia, kondisi fisik yang berhubungan dengan waktu atau situasi/ keadaan, dan kondisi peralatan
2. Hambatan semantik
Hambatan yang disebabkan kesalahan dalam menafsirkan, kesalahan dalam memberikan pengertian terhadap bahasa (kata-kata, kalimat, kode-kode) yang dipergunakan dalam proses komunikasi.
3. Hambatan perilaku
Hambatan perilaku disebut juga hambatan kemanusiaan. Hambatan yang disebabkan berbagai bentuk sikap atau perilaku, baik dari komunikator maupun komunikan. Hambatan perilaku tampak dalam berbagai bentuk, seperti :
a. Pandangan yang sifatnya apriori
b. Prasangka yang didasarkan pada emosi
c. Suasana otoriter
d. Ketidakmauan untuk berubah
e. Sifat yang egosentris

D. Definisi Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi terjadi apabila pesan yang disampaikan itu menghasilkan dampak (respon-reaksi) bagi penerimanya yang berupa tanggapan atau perilaku (feedback). Komunikasi interpersonal (dalam Suharsono, 2012) pada dasarnya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bersifat langsung dan dialogis. Langsung dan dialogis yang dimaksudkan adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam proses komunikasi dapat diketahui pada saat itu juga, misalnya kalau ada yang kurang jelas maka dapat di tanyakan dan dijawab pada saat itu sehingga di harapkan dapat lebih efektif.

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
A. Definisi Pelatihan
Menurut Handoko (dalam Salmah, 2012) Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performasi pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi jawabnya atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaan supaya efektif. Pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar, aktifitas-aktifitas yang terencana dan desain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terperinci dan rutin

B. Tujuan dan Sasaran Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Procton dan Thornton (1983 : 4) menyatakan bahwa tujuan pelatihan adalah:
1. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional industri sejak hari pertama masuk kerja.
2. Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam perusahaan dengan jalan mengembangkan kebutuhan ketrampilan, pengetahuan dan sikap.
Sasaran- sasaran latihan dan pengembangan :
Setelah evaluasi kebutuhan-kebutuhan latihan dilakukan maka sasaran-sasaran dinyatakan dan ditetapkan. Sasaran mencerminkan perilaku dan kondisi yang diinginkan dan berfungsi sebagai standar-standar mana prestasi kerja individual dan efektifitas program dapat diukur.

C. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Handoko (2001) pengertian pelatihan dan pengembangan berbeda. Pelatihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Yaitu latihan menyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan, pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.

D. Faktor Psikologi dalam Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Dole Yoder (dalam As’ad, 1998:67-70) agar pelatihan dan pengembangan dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut :
1. Individual Differences, tiap-tiap individu mempunyai ciri khas, yang berbeda satu sama lain, baik mengenai sifatnya, tingkah lakunya, bentuk badannya maupun dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pelatihan harus diingat adanya perbedaan individu ini. Perbedaan dapat nampak pada waktu para karyawan mengerjakan suatu pekerjaan yang sama, dengan diperolehnya hasil yang berbeda
2. Relation to job analysis, tugas utama dari analisa jabatan untuk memberikan pengertian akan tugas yang harus dilaksanakan didalam suatu pekerjaan, serta untuk mengetahui alat-alat apa yang harus dipergunakan dalam menjalankan tugas itu. Untuk memberikan pelatihan pada para karyawan terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkannya. Dengan demikian program dari pelatihan dapat di arahkan atau ditujuakan untuk mencapai keahlian itu. Suatu pelatihan yang tidak disesuaikan dengan bakat, minat dan lapangan kerja karyawan, berakibat merugikan berbagai pihak, yaitu karyawan, perusahaan dan masyarakat.
3. Motivation, motivasi dalam pelatihan ini sangat perlu sebab pada dasarnya motif yang mendorong karyawan untuk menjalankan pelatihan tidak berbeda dengan motif yang mendorongnya untuk melakukan tugas pekerjaannya.
4. Active Participation, di dalam pelaksanaan pendidikan pelatihan para trainess harus turut aktif mengambil bagian di dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai pelajaran yang diberikan, sehingga akan menimbulkan kepuasan pada para trainess apabila saran-sarannya diperhatikan dan dipergunakan sebagai bahan-bahan pertimbangan untuk memecahkan kesulitan yang mungkin timbul.
5. Selection of trainee, pelatihan sebaiknya diberikan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dapat mengikuti latihan itu dengan berhasil. Dengan demikian apabila latihan diberikan kepada mereka yang tidak mempunyai minat, bakat dan pengalaman, kemungkinan berhasil sedikit sekali. Oleh karena itulah sangat perlu diadakan seleksi. 6. Selection of trainers Berhasil atau tidaknya seseorang melakukan tugas sebagai pengajar, tergantung kepada ada tidaknya persamaan kualifikasi orang tersebut dengan kualifikasi yang tercantum dalam analisa jabatan mengajar.

E. Teknik dan Metode Pelatihan
Menurut Cherrington (1995:358), dikatakan bahwa metode dalam pelatihan dibagi menjadi dua yaitu on the job traming dan ojf the joh training. On the joh training lebih banyak digunakan dibandingkan dengan offthejob training. Hal ini disebabkan karena metode on the job training lebih berfokus pada peningkatan produktivitas secara cepat. Sedangkan metode off the joh training lebih cenderung berfokus pada perkembangan dan pendidikan jangka panjang.
On The Job Training dibagi menjadi 6 macam yaitu:
1. Job instruclion training
Pelatihan ini memerlukan analisa kinerja pekerjaan secara teliti. Pelatihan ini dimulai dengan penjelasan awal tentang tujuan pekerjaan, dan menunjukan langkah-langkah pelaksanan pekerjaan.
2. Apprenticeship
Pelatihan ini mengarah pada proses penerimaan karyawan baru, yang bekerja bersama dan dibawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu. Keefektifan pelatihan ini tergantung pada kemampuan praktisi yang ahli dalam mengawasi proses pelatihan.
3. Internship dan assistantships
Pelatihan ini hampir sama dengan pelatihan apprenliceship hanya saja pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi. Contoh internship training adalah cooperalive education project, maksudnya
adalah pelatihan bagi pelajar yang menerima pendidikan formal di sekolah yang bekerja di suatu perusahan dan diperlakukan sama seperti karyawan dalam perusahaan tetapi tetap dibawah pengawasan praktisi yang ahli.
4. Job rotation dan transfer
Adalah proses belajar yang biasanya untuk mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal. Dalam pelatihan ini terdapat 2 kerugian yahu: peserta pelatihan hanya merasa dipekerjakan sementara dan tidak mempunyai komitmen untuk terlibat dalam pekerjaan dengan sungguh-sungguh, yang kedua, banyak waktu yang terbuang untuk memberi orientasi pada perserta terhadap kondisi pekerjaan yang baru. Tetapi pelatihan ini juga mempunyai keuntungan yaitu: jika pelatihan ini diberikan oleh manajer yang ahli maka peserta akan memperoleh tambahan pengetahuan mengenai peiaksanaan dan praktek dalam pekerjaan.
5. Junior boards dan committee assingments
Alternatif pelatihan dengan memindahkan perserta pelatihan kedalam komite untuk bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan administrasi. Dan juga menempatkan perserta dalam anggota eksekutif agar memperoleh kesempatan dalam bennteraksi dengan eksekutif yang lain.
6. Couching dan counseling
Pelatihan ini merupakan aktifitas yang menharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan dari pelatih, dan penjelasan secara berlahan bagaimana melakukan pekerjaan secara tepat.

SUMBER
Gani, J. (2014). Pengaruh hambatan komunikasi terhadap kinerja karyawan hotel Midtwon Surabaya. Jurnal E-Komunikasi. Vol. 2, No.1.
Nurrohim, H. & Anatan, L. (2009). Efektivitas komunikasi dalam organisasi. Jurnal manajemen. Vol.7, No.4.
Salmah, N. N. A. (2012). Pengaruh program pelatihan pengembangan karyawan terhadap kompentensi karyawan pasa PT. Muba Electric Power Sekayu. Jurnal ekonomi dan informasi akutansi (jenius). Vol.2, No.3.
Suharsono. (2012). Peran komunikasi interpersonal dalam proses sosialisasi dalam meningkatkan partisipsi masyarakat kota untuk menciptakan budaya gaya hidup yang peduli lingkungan. Vol, IV, No,1.
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/2417/bab%20II.pdf?sequence=9

CONTOH KASUS KEPUASAN/KETIDAKPUASAN KERJA

Kepuasan kerja sampai saat ini masih berkaitan dengan kinerja karyawan yang berkaitan dengan organisasi/perusahaan secara keseluruhan. Pada kasus ini, kepuasan/ketidakpuasan terjadi pada salah satu karyawan Perusahaan Asuransi di Jakarta. Salah satu karyawan perusahaan ini tidak puas terhadap gaji yang didapatkan tidak sesuai dengan pekerjaan yang begitu banyak dan dibawah UMR Jakarta. Selain itu, pekerjaan nya saat ini bisa dibilang “merangkap”, karena tidak hanya satu pekerjaan yang dilakukan namun terkadang ia harus mengerjakan hal-hal lain diluar tanggung jawabnya. Selain masalah gaji adalah masalah promosi jabatan yang menjadi faktor ketidakpuasan kerja yang dialami. Pada karyawan ini dijanjikan untuk peningkatan jabatan oleh atasanya karena sudah bekerja lama diperusahaan itu dan cara kerjanya dinilai bagus. Namun, hingga saat ini karyawan tersebut masih belum merasakan peningkatan jabatan tersebut. Peningkatan jabatan adalah salah satu faktor peningkatan kualitas kerja seorang karyawan dan prestasi yang diberikan perusahaan, dengan begitu seorang karyawan bisa termotivasi bekerja lebih baik. Selain gaji dan peningkatan jabatan, faktor lain yang membuat karyawan ini mengalami ketidakpuasan kerja adalah kondisi kerja meliputi fasilitas yang diberikan perusahan. Menurutnya, fasilitas yang diberikan perusahaan masih kurang mendukung pekerjaannya. Sehingga kadang pekerjaannya terhambat karena ada fasilitas yang rusak/tidak ada.
Dari contoh kasus diatas, ketidakpuasan kerja pada karyawan suatu perusahaan dapat menimbulkan efek kinerja yang buruk bagi perusahaan dan kurangnya totalitas dalam bekerja. Pada kasus ini seharusnya para pemimpin perusahaan menaruh perhatian yang sungguh-sungguh, karena karyawan perusahaan memliki peranan penting bagi perusahaannya, produktifitas perusahaan dan keberlangsungan hidup perusahaan sendiri.

Nama : Khairun Nisa
NPM : 14512075
Kelas : 3PA06

TUGAS PERTEMUAN KE 2

1. PENGORGANISASIAN STRUKTUR-STRUKTUR MANAJEMEN
A. Definisi pengorganisasian
Pengorganisasian ialah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, sifat-sifat, tugas-tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Disisi lain pengorganisasian adalah merupakan proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya manusia diantara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi. Dengan pengorganisasian suatu rencana akan mudah dalam pelaksanaannya, sebab tindakan dalam rencana-rencana itu telah dibagi-bagi dalam tugas yang telah terperinci.
B. Pengorganisasian sbg fungsi manajemen
Salah satu fungsi manajemen adalah mengetahui pengorganisasian yang merupakan salah satu fungsi manajemen yang penting karena dengan pengorganisasian berarti akan memadukan seluruh sumber-sumber yang ada dalam organisasi,baik yang berupa sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya ke arah tercapainnya suatu tujuan.pentingnya pengorganisasian sebagai fungsi yang dijalankan oleh setiap manajer atau orang-orang yang menjalankan manajemendalam setiap organisasi.Fungsi manajemen lainnya yaitu pengorganisasian,yang sama pula pentingnya dengan fungsi perencanaan karena dalam pengorganisasian seluruh sumber (resources) baik berupa manusia maupun yang nonmanusia harus diatur dan paduakan sedemikian rupa untuk berjalannnya suatu organisasi dalam rangkai pencapaian tujuannya. Pemahaman tentang pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen,akan memberikan kejelasan bahwa proses pengaturan di dalam organisasi tidak akan selesai,tanpa diikuti oleh aktuasi yang berupa bimbingan kepada manusia yang berada di dalam organisasi tersebut,agar secara terus-menerus dapat menjalankan kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. ACTUATING DALAM MANAJEMEN
A. Definisi actuating
Penggerakan merupakan keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif, efisien dan ekonomis. Agar penggerakkan dapat berjalan dengan baik dan lancar maka diperlukan beberapa hal yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan/pekerjaan, yaitu diperlukan adanya kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dan fasilitas. Seorang pengarah acara harus mampu memimpin staff – staffnya saat produksi berlangsung supaya output penyiaran sesuai dengan target.
B. Pentingnya actuating
Actuating merupakan bagian penting, dari proses management berlainan dengan ketiga fungsi manajemen lainnya. Actuating khususnya berhubungan dengan orang-orang. Bahkan banyak managers praktik, beranggapan bahwa Actuating merupakan intisari management.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika :
1. Merasa yakin akan mampu mengerjakan
2. Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya
3. Tidak sedang dibebani oleh tugas lain yang lebih penting dan mendesak
4. Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan
5. Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis
C. Prinsip actuating
A. Pelaksanaan dan Penugasan.
Langkah lanjutan dari penetapan program kerja pengawasan adalah pelaksanaan pengawasan dalam bentuk pemberian tugas. Tjuan utama penugasan adalah untuk mencapai keseimbangan antara beberapa faktor: persyaratan dan kualifikasi personal, keseimbangan untuk pengembangan profesi, dan lain-lain.
B. Pengawasan Pengelolaan Dana.
Pengelolaan terhadap dana atau anggaran yang digunakan oleh organisasi penting dilakukan agar dana tidak disia-siakan.
C. Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana Pengawasan.
Pengawasan juga membutuhkan saran dan alat untuk melakukan pengawasan, misalnya teknologi yang digunakan untuk memantau kerja anggota organisasi atau pekerja.
D. Dokumentasi Pengawasan.
Hal ini diperlukan unutuk mendapatkan bukti yang nyata bila terjadi pelanggaran, kesalahan dalam melakukan aktivitas di dalam organisasi.
E. Supervisi Audit.

3. MENGENDALIKAN FUNGSI MANAJEMEN
A. Definisi Controlling
Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
B. Langkah dalan Kontrol
Tiga langkah dalam proses kontrol, yaitu :
1. Mengukur
Mengukur melibatkan memutuskan bagaimana mengukur kinerja aktual dan apa yang harus diukur.
2. Membandingkan
Membandingkan melibatkan melihat variasi antara kinerja aktual dan standar (tujuan)
3. Mengambil tindakan\
Penyimpangan luar rentang yang dapat diterima variasi membutuhkan perhatian
C. Kontrol sebagai Fungsi Manajemen
Kontrol manajemen dapat didefinisikan sebagai upaya sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja dengan standar yang telah ditentukan, rencana, atau tujuan untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan mungkin untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk melihat bahwa manusia dan sumber daya perusahaan lainnya yang digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien mungkin dalam mencapai tujuan perusahaan.
Juga kontrol dapat didefinisikan sebagai “fungsi dari sistem yang menyesuaikan operasi yang diperlukan untuk mencapai rencana tersebut, atau untuk menjaga variasi dari tujuan sistem dalam batas-batas yang diijinkan”. Fungsi subsistem kontrol memiliki hubungan yang erat dengan sistem operasi. Sejauh mana mereka berinteraksi tergantung pada sifat dari sistem operasi dan tujuannya. Stabilitas menyangkut kemampuan sistem untuk mempertahankan pola output tanpa fluktuasi yang besar. Kecepatan respon berkaitan dengan kecepatan sistem dalam memperbaiki variasi dan kembali ke output yang diharapkan.
4. MOTIVASI
A. Definisi motivasi
Menurut Munandar (2001), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tujuan tersebut. Dengan kebutuhan dimaksudkan suatu keadaan dalam diri (internal state) yang menyebbakan hasil-hasil atau keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik.
Menurut Siagian (dalam Endo Wijaya dan Thomas, 2010) definisi dari motivating adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat di dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

B. Definisi motivasi kerja
Menurut Goerge & Jones (dalam Endo Wijaya dan Thomas, 2010), motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada seseorang yang menentukan arah dari perilaku (direction of behaviour) seseorang dalam suatu organisasi, tingkat us aha (level of effort), dan tingkat kegigihan atau ketahanan dalam menghadapi suatu halangan atau masalah (level of persistence).
Sementara menurut As’ad (2003) motivasi kerja adalah seseuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan secara psikologis yang menciptakan semangat atau dorongan kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

C. Teori Motivasi
1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need-Hierarchy Theory)
Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang diklasifikasikannya menjadi lima tingkat kebutuhan (Robbins, 2003), yaitu :
a. Fisiologis, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain.
b. Keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
c. Sosial, mencakup kasih sayang, rasa memiliki, menerima dengan baik, da persahabatan.
d. Penghargaan, mencakup faktor internal, seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian.
e. Aktualisasi diri, dorongan yang ada dalam diri seorang individu untuk menjadi individu yang sesuai kemampuannya.
Maslow membagi kelima kebutuhan tersebut menjadi dua kelompok, yaitu : tingkat tinggi dan tingkat rendah (Robbins, 2003). Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan termasuk dalam golongan tingkat rendah, sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri termasuk dalam golongan tingkat tinggi. Pembagian ke dalam dua kelompok tersebut berdasarkan alasan bahwa kebutuhan tingkat tinggi dipenuhi secara intenal (dalam diri individu itu), sedangkan kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal (misalnya dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja).
2. Teori ERG Alderfer (Alderfer’s ERG theory)
Clayton Alderfer berpendapat bahwa manusia mempunyai tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu : eksistensi (existence), hubungan (relatedness), dan perkembangan (growth), yang disebut dengan teori ERG (Robbins, 2003). Kebutuhan eksistensi mencakup kebutuhan fisiologis dan kebutuhan perlindungan, keamanan, serta keselamatan fisik. Kebutuhan hubungan mencakup kbutuhan sosial atau hubungan antar pribadi. Kebutuhan perkembangan mencakup kebutuhan pengembangan diri (aktualisasi diri) (Berry dan Houston, 1993).
Teori EGR menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan eksistensi, hubungan, dan perkembangan terletak pada satu kesinambungan kekonkritan, dengan kebutuhan eksistensi sebagai kebutuhan yang paling konkrit dan kebutuhan perkembangan sebagai kebutuhan yang abstrak (Munandar, 2001). Beberapa dasar pikiran dari teori ini adalah bahwa : (1) semakin lengkap satu kebutuhan yang lebih konkrit terpuaskan, semakin besar keinginan atau dorongan untuk memuaskan kebutuhan abstrk, dan (2) semakin kurang lengkap satu kebutuhan semakin besar keinginanya untk memuaskan (Munandar, 2001)
Sesuai dengan teori Maslow, teori Alderfer ini menganggap bahwa fulfillment-progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang lebih tingi tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpuaskan) juga penting (Munandar, 2001). Menurut Alderfer, jika kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak dapat terpuaskan, maka individu me-regress, kembali ke usaha untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah. Gejala itu disebut dengan frustration-regression (Munandar, 2001).
3. Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two-Faktor Theory)
Berry dan Houston (1993) menyatakan bahwa teori dua faktor Herzberg menekankan pada akibat dari perilaku yang termotivasi. Kebutuhan dipandang sebagai suatu hal yang mendorong perilaku. Teori dua faktor sebenarnya merupakan teori mengenai kepuasan kerja, tetapi dapat pula digunakan dalam motivasi kerja.
Teori dua faktor Herzberg menyatakan bahwa manusia mempunyai dua kebutuhan yang harus dipuaskan, dan dua kebutuhan itu berkaitan dengan dua akibat. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah :
a. Lingkungan kerja yang sehat dan aman. Kebutuhan ini berkaitan dengan faktor hasil yang disebut hygiene disebut juga faktor pemeliharaan (maintenance) (Herzberg; dalam Newstrom dan Davis, 1993), karena berperan dalam memelihara tingkat motivasi karyawan. Faktor hygiene merupakan hasil kerja ekstrinsik yang meliputi kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan dengan atasan, dan kondisi kerja secara fisik. Herzberg juga mengatakan bahwa faktor pemeliharaan lebih menitikberatkan pada job context (suasana atau keadaan kerja), karena lebih terkait dengan lingkungan disekitar pekerjaan.
b. Perkembangan dan pertumbuhan diri, yang berkaitan dengan faktor hasil yang disebut faktor motivasi (motivasional). Faktor motivasi merupakan hasil kerja instrinsik yang meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, dan promosi. Hal-hal tersebut dianggap sebagai instrinsic motivator, karena merupakan bagian integral dari pekerjaan. Herzberg juga mengatakan bahwa faktor motivasi (motivasional factor) menitikberatkan pada job content (isi atau muatan kerja) (Newstrom dan Davis, 1993).
Herzberg menyatakan bahwa untuk membedakan antara job context dan job content, serupa dengan membedakan antara motivasi ekstrinsik dan instrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan penghargaan dari luar individu yang terlepas dari sifat pekerjaan, dan tidak memberikan kepuasan langsung ketika melakukan suatu pekerjaan, contohnya adalah rencana pengundurn diri, asuransi kesehatan, dan liburan. Motivasi instrinsik merupakan penghargaan dari dalam individu yang dirasakan individu ketika melakukan pekerjaan, dan memiliki hubungan langsung antara pekerjaan dengan penghargaan tersebut.
4. Teori Kebutuhan McClelland (McClelland’s Acquired Neds Theory)
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya (Dubrin dkk., 1996). Mclelland (dalam Dubrin dkk., 1996) engatkan bahwa ketika kedudukan kebutuhan kuat, maka akan mendorong individu untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut. Teori ini berfokus pada tia kebutuhan (Robbins, 2003), yaitu :
a. Kebutuhan akan prestasi (n’Ach); dorongan untuk mengungguli, berprestasi yang berkaitan dengan standar tertentu, dan berusaha untuk sukses.
b. Kebutuhan akan kekuasaan (n’Pow); kebutuhan untuk mengendalikan, mempengaruhi tingkah laku, tanggung jawab terhadap orang lain.
c. Kebutuhan akan afiliasi (n’Aff); keinginan untuk berhubungan antar pribadi dengan ramah dan akrab.
Beberapa individu mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi dibandingkan dengan adanya imbalan terhadap keberhasilan. Mereka mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya.
5. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Munandar (2001) mengatakan bahwa teori penguatan berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok, yaitu aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya yang berhubungan dengan penghilangn jawaba-jawaban yang salah (Munandar, 2001).
Perolehan dari suatu perilaku menuntut adanya suatu penguatan sebelumnya. Penguatan dapat bersifat positif (pemberian imbalanuntuk satu jawaban yang diinginkkan), atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telh diberikan), tetapi individu harus menciptakan suatu kaitan antara aksi atau tindakan denan akibat-akibatnya (Muandar, 2001).
Dalam teori penguatan, apabila jawaban yang diinginkan belum dimiliki oleh individu, maka jawaban tersebut perlu dibentuk. Pembentukan berlangsung apabila jawaban-jawaban yang mendekati jawaban-jawaban yang benar pada awalnya dikuatkan. Secara bertahap pengukuran positif hanya diberikan apabila perilaku yang mendekati jawaban yang benar semakin dekat, sehingga akhirnya jawaban khusus yang diinginkan saja yang dikuatkan (Munandar, 2001).

5. KEPUASAN KERJA
A. Definisi kepuasan kerja
Kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo (1992), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi.
Dalam tulisannya Jewell & Siegell (dalam M. Idrus, 2006) mengungkap bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.
Menurut Hani Handoko (2000) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegewai memandang pekerjaan mereka.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual yang merupakan sikap dan perasaan seseorang yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja dan apa yang diperoleh dari pekerjaannya, kepuasan akan dirasakan jika adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapan dengan pekerjaan yang ia hadapi.

B. Aspek-aspek kepuasan kerja
Menurut Luthans (2006) lima aspek kepuasan kerja diukur dengan Job Descriptive Index (JDI) yaitu pekerjaan itu sendiri (berhubungan dengan tanggung jawab, minat dan pertumbuhan); kualitas supervisi (terkait dengan bantuan teknis dan dukungan sosial); hubungan dengan rekan kerja (berkaitan dengan harmoni sosial dan respek); kesempatan promosi (terkait dengan kesempatan untuk pengembangan lebih jauh); dan pembayaran (yang terkait dengan pembayaran yang memadai dan persepsi keadilan).
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut pendapat Moch. As’ad (2003), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain :
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
b. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
c. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain.

SUMBER :
Massie, R. D. (2013). Manajemen program siaran dialog interaktif di kantor RRI Manado. Journal “ Acta Diurna”. Vol. II. No. I.
Kartika, E. W., Kaihatu, T. S. (2010). Analisis pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja (studi kasus pada karyawan restoran di Pakuwon food festifal Surabaya). JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN. Vol.12 No. 1.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
As’ad, M. (2003). Psikologi Industri. Edisi keempat. Yogyakarta: Liberty.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi, Edisi 10. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Handoko T. Hani. (2000). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi II, Cetakan Keempat Belas. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

MANAJEMEN
Pengertian manajemen adalah suatu usaha untuk mengelola dan mengatur sutu proses supaya menghasilkan hasil yang sesuai dengan tujuan melalui cara yang efektif dan efisien. Definisi menajemen menurut beberapa ahli :
• James A. F. Stoner (2006:Organisasi.org)
Manajemen adalah suatu proses perencanaan,pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencpai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Mulayu S. P. Hasibuan (2000)
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur prose pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan

• Goerge R. Terry (1994)
dalam bukunya Principles of management yaitu, suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pemgorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu seni demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat 4 fungsi utama dalam manajemen :
• Perencanaan (planning)
• Pengorganisasian (organizing)
• Pengarahan (actuating/directing)
• Pengawasan (controlling)
Jenis Manajemen :
A. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penerapan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh sumber daya manusia yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagaimana sumber daya manusia yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah.
B. Manajemen Pemasaran adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dana bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan.
C. Manajemen Produksi adalah penerapan manajemen berdasarkan fungsinya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan berdasarkan keinginan konsumen, dengan teknik produksi yang seefisien mungkin, dari mulai pilihan lokasi produksi hingga produk akhir yang dihasilkan dalam proses produksi.
D. Manajemen Keuangan adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Tugas manajemen keuangan diantaranya merencanakan dari mana pembiayaan bisnis diperoleh, dan dengan cara bagaimana modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang dijalankan.
E. Manajemen Informasi adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha memastikan bahwa bisnis yang dijalankan tetap mampu untuk terus bertahan dalam jangka panjang. Untuk memastikan itu manajemen informasi bertugas untuk menyediakan seluruh informasi yang terkait dengan kegiatan perusahaan baik informasi internal maupun eksternal, yang dapat mendorong kegiatan bisnis yang dijalankan tetap mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
F. Manajemen Strategi, Secara sederhana manajemen dapat di artikan sebagai Perencanaan, Pengorganisasian, Pergerakan, Pengawasan dalam rangka pengambilan keputusan.

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Psikologi manajemen adalah suatu studi tentang tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses manajemen dalam rangka melaksanakan funsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan Psikologi Manajemen
a) Untuk mendapatkan pemecahan bagi masalah-masalah yang penting berkenaan dengan penggunaan tenanga manusia di dalam proses manajemen.
b) Agar dunia manajemen mampu menggunakan prosedur-prosedur yang lebih relevan/tepat untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan.

KEPEMIMPINAN
Stogdill (1947: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan. Stogdill mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai konsep menajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi. Misalnya dengan mengutip pendapat beberapa ahli, antara lain
• Goerge P Terry
Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerjakeras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok
• H. Koontz dan C. O’Donnell
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan.
• R. Tannenbaum, Irving R, F . Massarik
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikaso ke arah tercapainya sesuatu tujuan.

Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Dari tiga pengertian tersebut di atas, jelas bahwa kepemimpinan itu adalah upaya untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan, baik tujuan tersebut telah ditetapkan atau tujuan lain yang lebih luas. Upaya tersebut lebih bersifat hubungan antar pribadi.
Teori Kepemimpinan
1. Teori Great Man
Anda mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang memang “dilahirkan untuk memimpin”. Menurut teori ini, seorang pemimpin besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma, keyakinan, kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir sebagai pemimpin alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas untuk memimpin adalah sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan dibuat. Teori ini menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan ditakdirkan untuk menjadi pemimpin karena kondisi sudah membutuhkannya.

2. Teori Sifat
Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu yang membuat mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama pada umumnya pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi, kepercayaan diri dan keberanian, semuanya adalah sifat potensial yang bisa dikaitkan dengan pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus adalah fitur kunci dari kepemimpinan, maka bagaimana menjelaskan orang-orang yang memiliki kualitas-kualitas tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini adalah salah satu kesulitan dalam menggunakan teori sifat untuk menjelaskan kepemimpinan. Ada banyak orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang terkait dengan kepemimpinan namun tidak pernah mencari posisi kepemimpinan.

3. Teori kontingensi
Teori kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang mungkin menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Kesuksesan tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut dan aspek situasi.

4. Teori Situasional
Teori Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih tepat untuk jenis tertentu dalam pengambilan keputusan tertentu. Misalnya, seorang pemimpin berada dalam kelompok yang anggotanya berpengetahuan dan berpengalaman, gaya otoriter mungkin paling tepat. Dalam kasus lain di mana anggota kelompok adalah ahli yang terampil, gaya demokratis akan lebih efektif.

5. Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin besar dibuat bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan para pemimpin bukan pada kualitas mental. Menurut teori ini, orang dapat belajar untuk menjadi pemimpin melalui pengajaran dan observasi.

6. Teori Partisipatif
Teori kepemimpinan partisipatif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang ideal adalah mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kelompok merasa lebih berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan. Dalam teori partisipatif, bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan masukan pendapat dari orang lain.

7. Teori Manajemen
Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran pengawasan kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada sistem imbalan dan hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis, ketika karyawan berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur atau dihukum.

8. Teori Hubungan
Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional memotivasi dan menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat penting dan baiknya suatu tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota kelompok dan juga ingin setiap orang untuk memaksimalkan potensinya. Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki standar etika dan moral yang tinggi.

PERENCANAAN

Perencanaan ialah suatu rangkaian persiapan tindakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan merupakan pedoman, garis-garis besar atau petunjuk-petunjuk yang harus dituruti jika menginginkan hasil yang baik sebagaimana direncanakan.
Pertama-tama harus memusatkan apa yang ingin dikerjakan, tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang untuk organisasi serta memutuskan alat apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk mengetahui dan memahami hakekat perencanaan, maka kita perlu mengetahui pengertian atau definisinya, di antaranya :
1. George R. Terry: Perencanaan adalah pemulihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hubungkan antara fakta yang satu dengan yang lain, kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk menghendaki hasil yang dikehendaki.
2. Harold Koontz dan O’Donnell: Perencanaan adalah tugas seorang manajer untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif, kebijaksanaan, prosedur dan program.
3. W. H. Newman: Perencanaan adalah suatu penngambilan keputusan pendahuluan mengenai apa yang harus dikerjakan dan merupakan langkah-langkah sebelum kegiatan dilaksanakan.

Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan kegiatan menetapkan, merumuskan tujuan dan mengatur pendaya-gunaan manusia, material, metode dan waktu secara efektif dalam rangkan pencapaian tujuan.

Manfaat Perencanaan
Perencanaan mempunyai banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
b) Membantu dalam kristalisasi persesuaian dalam masalah-masalah utama,
c) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas,
d) Pemilihan berbagai alternatif terbaik,
e) Standar pelaksanaan dan pengawasan,
f) Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan,
g) Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi,
h) Alat memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait,
i) Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami,
j) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti, dan
k) Menghemat waktu, usaha dan dana.

Jenis Perencanaan dalam Organisasi
A. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis dianggap oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh tingkat hirarki yang lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan strategi dan tindakan untuk mencapainya.Perencanaan ini merupakan proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang dipilih.

B. Perencanaan Taktis / Taktik
Pada tingkat kedua dari perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional bisnis, termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat organisasi menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah mengidentifikasi tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.
Bagian taktis merupakan proses yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat, merampingkan pengambilan keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini dilakukan secara sistemik karena merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem dan subsistem, seperti yang terlihat dari sudut pandang sistemik. Teknik ini memungkinkan pengukuran siklus dan evaluasi sebagai dijalankan yang secara dinamis dan interaktif dilakukan dengan orang lain, dan merupakan teknik yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari efisiensi.

C. Perencanaan Operasional
Ketidakpastian yang disebabkan oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada pertengahan atau taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan strategis, tingkat tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat rencana yang akan dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana operasional dan rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional.

Karena jadwal pada tingkat operasional sesuai dengan set bagian homogen dari perencanaan taktis, yaitu, mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang diperlukan di tingkat bawah organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana operasional. Hal ini dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah, dengan fokus pada kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana dikembangkan untuk waktu yang singkat.

Perencanaan Operasional ini dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi. Membuat perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan dicapai. Bahkan, semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang sangat mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik.

D. Perencanaan Normatif
Mengacu pada penciptaan standar, kebijakan serta peraturan yang ditetapkan untuk operasi organisasi. Hal ini bergantung pada pembentukan standar, metodologi dan metode untuk berfungsinya kegiatan yang direncanakan.

Standar-standar tentang pendirian aturan dan / atau undang-undang dan / atau kebijakan dalam setiap kelompok atau organisasi, terutama untuk menjaga pengendalian, pemantauan dan pengembangan perencanaan dan pengembangan standar dan kebijakan. Perencanaan berhubungan erat dengan desain struktur organisasi. Ini berlaku di daerah yang sangat spesifik, yang umumnya adalah mereka yang mengawasi dan menentukan aspek pada tingkat lainnya tidak dapat dipisahkan.

Daftar Pustaka

Click to access DEFINISI_DAN_TEORI_KEPEMIMPINANx.pdf

Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Munandar, Anshar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Soekanto,Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

FENOMENA PRILAKU DALAM ORGANISASI

Fenomena perilaku dalam organisasi yang sering terjadi adalah kepuasan kerja. Salah satu pakar yang mendefinisikan tentang kepuasan kerja diantaranya definisi dari Porter (1961) yang pendapatnya hingga kini tetap dirujuk oleh berbagai pakar yang tertarik untuk membahas tentang kepuasan kerja, yang mana pendapatnya Porter tentang kepuasan kerja yang dimaksud adalah “selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (factual)”. Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada (factual) seseorang cenderung merasa semakin puas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah :
1. Pembayaran/gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakan menjadi salah satu faktor terkuat yang mempengaruhi kepuasan dalam bekerja.
2. Promosi (peningkatan jabatan)
3. Kondisi kerja
4. Kelompok kerja
5. Karakterisitik pekerjaan

Cara karyawan mengatasi ketidakpuasaannya :
1. Resign
2. Aktif memberikan saran/solusi
3. Tetap menunggu sampai kondisi membaik
4. Mengeluarkan ketidakpuasannya dengan cara menulisnya di media sosial.

Kepuasan kerja sampai saat ini diyakini berkaitan dengan kinerja karyawan, kelompok, yang akan berkaitan pula dengan efektifitas organisasi secara keseluruhan. Pemimpin organisasi perlu menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap aspek kepuasan kerja ini, karena memiliki peranan penting dengan sumber daya manusia organisasi, produktifitas organisasi, dan keberlangsungan hidup organisasi itu sendiri. Kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja dan memberikan keuntungan nyata tidak saja bagian pekerja tetapi juga bagi manajemen dan organisasi.

SELF DIRECTED CHANGE

Setiap orang pasti punya keinginan untuk melakukan perubahan dari dirinya untuk menjadi yang lebih baik. Begitu pun saya, saya mempunyai kebiasaan buruk yaitu menunda-nunda pekerjaan hingga dateline didepan mata. Hal itulah yang saya ingin ubah dalam diri saya. Sebagai mahasiswa seharusnya saya bisa lebih disiplin dalam mengerjaan tugas-tugas saya agar tidak menumpuk dan dekat dengan dateline. Sulit sekali rasanya mengubah kebiasaan saya yang satu itu. Kadang berhasil, kebanyakan tidak. Tapi saya terus termotivasi agar menjadi orang yang lebih rajin dan disiplin. Bagaimana caranya merubah diri ?
1. Meningkatkan kontrol diri (achieving self control)
Kontrol diri atau kendali diri adalah sikap mengendalikan pikiran dan tindakan agar tindakan kita sesuai dengan norma-norma yang benar. Kontrol diri merupakan hal yang penting terutama bagi seseorang yang ingin merubah dirinya. Jika ia memiliki kontrol diri, ia tahu dirinya punya pilihan dan dapat mengontrol tindakannya. Perubahan diri apa yang di butuhkan saat ini menjadi modal penting untuk melakukannya. Tekad dalam diri kita, tahu apa yang harus kita ubah, tahu tindakan apa yang harus di lakukan agar tindakan kita sesuai dengan apa yang harusnya kita lakukan dalam proses perubahan diri.
Contoh : Saya ingin merubah diri saya menjadi lebih rajin dan disiplin saya harus tekadkan dalam hati bahwa saya mampu untuk melakukannya dan juga jangan hanya bertekad tapi juga berusaha melakukan apa yang menjadi tekad saya.
2. Mengatur tujuan
Ini merupakan langkah pertama dalam pencapaian kontrol diri yang lebih baik, yaitu mengatur tujuan. Menetapkan target perilaku yang diharapkan. Tujuan kita untuk merubah diri juga harus disesuaikan dengan situasi nyata agar perilaku bisa terwujud, jangan terlalu ambisius atau mempunyai tujuan yang tidak mungkin. Contoh : saya ingin merubah diri saya menjadi orang yang lebih rajin dan disiplin, tidak bermalas-malasan mengerjakan tugas bahkan saya ingin saya bisa menyelesaikan tugas sebelum dateline yang ditentukan. Itu bisa terwujud jika saya mau untuk melaksanakannya,bisa mengatur waktu dan tidak bermalas-malasan.

3. Pencatatan perilaku
Ini adalah cara untuk mengetahui progresnya nanti setelah menetapkan tujuan. Ada 3 cara : frecuency count atau menghitung seberapa sering kita melakukan hal tersebut, measure of the duration or amount of time invested in behavior yaitu mengukur durasi atau waktu ketika melakukan perilaku tersebut, dan counting the products of the behavior yaitu menghitung hasil dari perilaku.
Contoh : menghitung seberapa sering saya mengerjakan tugas dalam waktu tertentu dan dapat menyelesaikan tugas sebelum waktunya.
4. Menyaring antisenden perilaku
Banyak perilaku terjadi karena rentetan peristiwa. Ketika tujuan kita adalah menghilangkan perilaku yang tidak dinginkan, strategi terbaik adalah dengan mengurangi antisenden tersebut. Dan ketika kita mencoba untuk menetapkan perilaku yang dinginkan sebaiknya kamu membuat/membangun antisenden dan asosiasi yang memicu perilaku yang diinginkan tersebut.
Contoh : saya mengerjakan tugas sampai larut malam, karena tugas itu harus dikumpulkan besok pagi. Jika tujuan saya untuk menghilangkan perilaku buruk saya yaitu malas dan tidak disiplin dalam mengerjakan tugas maka saya harus mengurangi kebiasaan saya yang seperti itu.
5. Menyusun konsekuensi yang efektif
Apapun yang memperkuat perilaku (reinforcment) dibutuhkan diri kita, namun reinforcment untuk diri kita diberikan sampai kita melihat target perilaku yang kita inginkan. Pada dasarnya, reinforcer yang efektif harus memiliki beberapa kriteria. Yang pertama harus sesuatu yang menguatkan diri kita. Yang kedua apakah reinforcer itu mudah dikendalikan. Yang ketiga adalah reiforcer itu harus kuat.
Contoh : Jika target perilaku yang saya harapkan sudah mulai terlihat saya harus memberikan reinforcment untuk diri saya agar saya semakin mudah mecapai apa yang saya tekadkan dan tujuan saya berhasil.
6. Menerapkan perencanaan yang efektif
Pada poin ini tujuannya untuk mempunyai pertujuan yang jelas dengan diri sendiri tentang apa yang hendak di selesaikan, kita harus membuat self-contract.
Contoh : saya harus mempunyai target perilaku harus sudah dicapai dalam jangka waktu sebulan, jika tidak ada hukuman untuk diri saya sendiri. Saya juga harus mempunyai satu orang saksi mata.
7. Evaluasi
Akan ada hasil yang baik maupun buruk ketika kita melakukan perubahan diri. Seringkali orang-orang menginkan perubahan itu terjadi dalam waktu yang cepat. Beberapa perubahan dalam perilaku terjadi secara berangsur-angsur dan memerlukan kesabaran yang besar. Ketika peningkatan perilaku megecewakan, ada beberapa hal yang menjadi kesalahan. Yang paling sering dikarenakan kekurangan sasaran perilaku yang di tetapkan, kesalahan dalam catatan, atau gagal dalam menggunakan reinforcement dengan benar.

KHAIRUN NISA | 14512075 | 2PA06 | UNIVERSITAS GUNADARMA

APA YANG MEMBUAT RUMAH TANGGA BERTAHAN SAMPAI SAAT INI ?

Saya mewawancarai sepasang suami istri yang telah menikah selama 6 tahun. Kehidupan mereka terlihat harmonis meskipun belum dikaruniai seorang anak. Mereka bercerita, dulu sebelum mereka menikah mereka berdua bersahabat baik. Ternyata mereka mempunyai perasaan yang lebih dari seorang sahabat, hingga ketika mereka berkuliah mereka berpacaran. Setelah 3 tahun berpacaran, mereka berdua menikah. Setahun menikah sang suami harus bekerja di luar kota, sang istri tetap tinggal dijakarta. Namun mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan saling percaya, meskipun mereka mengakui tidak jarang juga mereka salah paham dan bertengkar. 2 tahun sang suami bekerja diluar kota akhirnya kembali ke Jakarta dan bekerja di Jakarta kembali.

Ketika saya tanya tentang penyebab keharmonisan rumah tangganya sampai saat ini, sang suami menjawab bahwa istrinya selalu membuat dirinya nyaman, ketika pulang kantor sudah tersedia teh hangat meskipun istrinya saat itu juga baru pulang kantor segera ia buatkan teh hangat untuknya. Lain lagi dengan jawaban sang istri, ia setuju dengan suaminya bahwa suaminya juga membuat ia nyaman, ia merasa di lindungi dan dihargai sebagai seorang istri, suaminya juga selalu dapat meluangkan waktu untuknya. Selain itu, meskipun mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing namun mereka banyak menghabiskan waktu berdua ketika pulang kantor, sang suami menjemput istrinya lalu mereka makan malam bersama diluar maupun dirumah dengan masakan istrinya seadanya. Weekend pun, mereka luangkan berdua seperti jalan-jalan ke Mall, nonton Film, menemani suaminya bermain futsal dsb.

Meskipun belum dikaruniai seorang anak tapi sang suami tetap mencintai istrinya, begitu pun sebaliknya. Mereka mendamba-dambakan seorang anak namun sampai saat ini sang istri belum mengandung tapi itu bukan menajadi pengaruh ketidak harmonisan rumah tangganya. Kata mereka mungkin Allah belum mempercaya kepada mereka seorang anak sehingga mereka harus lebih banyak berusaha dan berdoa. Mereka saling percaya satu sama lain ditengah kesibukan mereka masing-masing, sang suami tidak lupa perannya sebagai suami dan sang istri juga tidak melalaikan kewajibannya melayani sang suami. Mereka saling berkomunikasi dan jujur dalam hal apapun.

Kesimpulan dari wawancara saya terhadap pasangan ini adalah meskipun mereka telah menikah cukup lama dan belum dikaruniai seorang anak, ada faktor yang menyebabkan rumah tangga mereka tetap harmonis yaitu mereka masing-masing tidak melalaikan kewajiban mereka sebagai sepasang suami-istri, satu sama lain bisa membuat rasa nyaman, saling percaya satu sama lain disela kesibukan masing-masing, selalu ada waktu yang dihabiskan berdua sehingga menambah keharmonisan, selain itu juga selalu komunikasi dan jujur terhadap pasangan membuat pasangan tetap nyaman dan hubungan harmonis.